Awal tahun kemarin, Akmal masuk usia 4 tahun. Saya pribadi sebagai Ibu merasa bersyukur banget sudah melewati fase terrible three. Alhamdulillah di usia 4 tahun ini Akmal sudah lebih bisa dibilangin, lebih bisa diajak bekerja sama dan berkomunikasi, imajinasinya sudah banyak, kontrol pribadinya sudah baik, dan sudah bisa main sendiri ke rumah teman.  Tapiii.. kadang dia masih bersembunyi kalau ketahuan salah dan masih belum sabar ketika mengantre atau harus bergiliran dengan adiknya saat harus bermain bersama.

Empat tahun pertama mendidik Akmal ini sungguh luar biasa tantangannya. Sebagai orang tua yang baru memiliki anak, memang ini adalah pengalaman pertama kali mengasuh. Namanya juga pertama kali ya, masih saling sama-sama belajar gimana mencari rumus terbaik mendidik anak.

Akmal ini anaknya sungguh luar biasa aktif, lasak minta ampun. Motoriknya dominan. Anaknya gak mau diam sama sekali. Lima menit mau duduk anteng itu udah Alhamdulillah banget. Emosi yang meledak-ledak. Smart tapi ngeyelan. Hahaha, negosiasi terus kalau diajak melakukan sesuatu. Misalnya, saya gak ajak dia melayat karena waktu itu melayatnya siang hari. Pas lagi terik-teriknya. Lagian dia belum makan. Saya minta dia tinggal di rumah dan selesaikan makan siangnya dengan ditemani Ayah. Tapi dia tetap keukeuh pengen ikut melayat. Dia negosiasi kalau dia mau makan sambil dibawa bekal makanannya tapi boleh ikut melayat. Terus merayu sambil bawa satu plastik besar isi rengginang buat bekal makan siangnya. Oh, bocah, pintar banget sih meluluhkan hati ibunya.

Anak Sehat dan Aktif

Beda dengan adiknya, Azril. Yang meskipun masih usia dua tahun (hei, 2 hari lagi dia ultah yang kedua) tapi dia lebih kalem. Tenang pribadinya. Secara emosi lebih matang. Baik banget sama orang lain, pintar mengantre dan bergiliran.

Dua anak, beda sifat. Meskipun lahir dari rahim yang sama mereka beda banget. Yang kembar aja suka beda ya sifatnya, apalagi ini dua orang adik dan kakak.

Sudah memiliki dua orang anak, saya dan suami masih terus belajar mendidik anak. Kepengin punya anak yang cerdas baik cerdas secara pemikiran, cerdas spiritual, cerdas sosial, maupun cerdas secara emosionalnya. Kepengin juga punya anak yang mandiri dan pintar dalam bersosialisasi supaya kelak kalau mereka sudah dewasa mereka bisa sukses dan adaptif.

Teman-teman, setuju ya kalau keluarga adalah lingkungan pertama dan yang utama berpengaruh terhadap perkembangan anak dimana orang tua memiliki perang penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Sifat Akmal dan Azril yang seperti di atas, bisa jadi karena pengaruh kami orang tuanya. Dan juga hasil mereka mengamati lingkungan sekitar kami. Namanya anak-anak kan masih pada tahap meniru. Mereka tiruin deh apa aja yang mereka lihat. Untuk itulah pada masa keemasan seperti ini, kita sebagai orang tua perlu mendampingi anak supaya mereka melakukan hal yang benar saat beraktivitas. Kita juga perlu melakukan pola asuh yang tepat agar perkembangan sosial, emosional, dan kognitifnya berkembang baik.

Ketrampilan sosial itu seperti apa sih?

Cerdas Emosi Pada Anak

Ibu Anna Surti Ariani

Untuk menemukan jawabannya, tanggal 6 Mei 2017 kemarin bertempat di Hotel Harris Festival Citylink Bandung, saya bersama para orang tua lain dari Bandung belajar bersama dengan menghadiri Parenting Seminar bertajuk “Peran Orangtua dalam Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Generasi Maju”. Acara yang digagas oleh SGM Eksplor ini menghadirkan seorang psikolog anak dan keluarga sebagai narasumbernya yaitu Ibu Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si., Psi. (Ibu Nina).

Ketrampilan sosial itu kurang lebih definisinya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh manusia agar ia mampu berinteraksi dengan orang lain dan bisa memecahkan masalah sehingga hubungannya dengan orang lain bisa harmonis.

Cici Panda

Dipandu oleh Cici Panda sebagai MCnya, Ibu Nina cerita kalau ada 8 ketrampilan sosial yang perlu dikuasai oleh anak. Apa saja bentuk ketrampilan sosialnya, ini saya list ya:

  1. Berteman dan bekerja sama
  2. Berkompetisi sehat
  3. Sabar menunggu (mau mengantre)
  4. Sopan santun
  5. Menyelesaikan pertengkaran
  6. Marah tanpa mengganggu orang lain
  7. Mengikuti aturan
  8. Peduli terhadap yang sakit/kekurangan.

Menyimak penjelasan dari Ibu Nina, saya sedikit banyak tersentil dengan pola asuh keluarga saya. Misalnya saat Ibu Nina menjelaskan ketika adik dan kakak bertengkar memperebutkan mainan. Cara melerainya, pertama, tanyakan siapa dulu yang pegang mainan (ini sekaligus menjelaskan konsep kepemilikan). Yang pertama pegang berarti dia yang berhak atas mainan tersebut. Kalau semuanya mengaku dua-duanya yang pertama pegang dan tetap ngeyel, tinggalkan. Biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri. Tetap awasi dari kejauhan dan orang tua nanti boleh turun tangan lagi kalau sudah ada tanda-tanda yang membahayakan. Misalnya, mereka saling pukul-pukulan.

Baca: Busy Book Untuk Anak

Well, ini bener banget sih yang dijelasin sama Ibu Nina. Soalnya kadang saya (dan juga mungkin beberapa orang tua lain), kadang sering membela si kecil. Meminta kakaknya memberikan mainan untuk adiknya. Padahal itu mainan kakaknya dengan dalih adiknya masih kecil, kasian. Ya gak Moms? PR nih saya harus melatih emosi saya juga gimana biar adil ke anak tanpa memihak ke salah satu.

Untuk memiliki kecerdasan emosional, setiap anak berhak mengenali setiap jenis emosi yang ada. Emosi itu tidak hanya berkaitan dengan marah saja. Ada emosi negatif, ada positif. Selain itu, ada juga banyak jenis emosi lain. Tapi utamanya, ada 4 jenis emosi: Bahagia, marah, sedih, dan kaget. Emosi yang lain itu campuran.

Mengenalkan emosi pada anak bisa melalui dua sisi. Sisi orang tua dan sisi anak. Dari sisi anak misalnya: “wah, Akmal… tadi berenang ya, Akmal seneng ya tadi diajak Ibu berenang?” Dari sisi orangtua, misalnya “Akmal, kakinya kotor ya habis main tanah. Ibu jijik deh lihatnya banyak kumannya. Kita cuci dulu ya kakinya sebelum masuk rumah”.

Baca: Inspirasi Permainan untuk Balita

Kemampuan emosional untuk anak segedhe Akmal (4 tahun) harusnya sudah mulai bisa memahami intruksi majemuk. Merangkai kalimat panjang menjadi sebuah cerita dan juga paham tentang konsep 5W1H “apa”, “siapa”, “dimana”, “bagaimana”, “kapan” dan “mengapa”. Untuk Azril yang masih berusia 2 tahun, seharusnya anak yang berumur 2 tahun sudah mulai lancar mengucapkan 2-3 kata dan paham instruksi tunggal. Jika ada yang janggal dan tidak sesuai dengan perkembangannya, ada baiknya anak dibawa ke klinik tumbuh kembang dan dikonsultasikan dengan ahlinya.

Jika anak sudah mengerti emosinya dan paham bagaimana berkomunikasi, ajak anak berimajinasi dan berlatih konsentrasi. Konsentrasi anak itu gak harus muluk-muluk kok. Bisa 5 menit main pasir dengan anteng aja itu udah termasuk emosi yang hebat loh. Cara meningkatkan konsentrasi pada anak caranya bisa dengan mengajaknya bermain cerita dengan menggunakan boneka, bermain pura-pura (misalnya main tamu-tamuan), atau ajak mendongeng, melakukan kegiatan fisik (misalnya berenang, main sepeda), dan berusaha menyelesaikan satu kegiatan sebelum memulai kegiatan lainnya. Ohya, jangan lupa kurangi gadget dan juga omelan ya. Ibu yang terlalu banyak mengomel bikin anak malah tambah pusing. Sebagai Ibu yang sering ngomel, saya ngerasa kesindir banget nih. Hahaha 😀

Pengasuhan Orang Tua pada Anak

Kunci lain dari anak yang cerdas emosionalnya adalah anak yang sehat dan kebutuhan nutrisinya tercukupi dengan baik. Kalau anak sehat, ia gampang melakukan apapun.

Yuk ah, kita dampingi putra-putri kita dengan pola asuh yang tepat dan penuhi nutrisi mereka supaya anak-anak kita bisa bersosialisasi dengan baik dan tumbuh menjadi generasi yang supel, kreatif, dan mandiri.

 


15 Komentar

shona vitrilia · 10/05/2017 pada 1:12 pm

ah bener.. keterampilan sosial ini pentting banget.. percuma pinter kalau kepinterannya ga bermanfaat buat org lain.. diri ada tp ga menyenangkan..

Zia · 10/05/2017 pada 1:38 pm

Kemampuan akademis bisa dilatih kapan saja, tapi kemampuan sosial harus sedini mungkin ya, teh. Dimulai dari pola asuh kita terhadap anak-anak. Banyak catatan penting buat orang tua tentang tumbuh kembang anak.

Tfs, teh. :*

lendyagasshi · 10/05/2017 pada 11:21 pm

Yang terbayang saat disebut mengembangkan kemampuan sosial anak adalah anak mampu bergaul, humble dan super baik sama teman. Gak malu dan berani.

Ternyata itu hanya sebagian kecil saja yaa…

Ada lifeskill lain yang kadang juga terbentuk dari pola keseharian kita.
Misal : Antre.
Suka kesel kalo ketemu orang dewasa antrenya belepotan ((apalagi sampai nyerobot)).

Kzl…kzl…kzl…

Larasati Neisia · 11/05/2017 pada 6:25 am

Aku baru tau ya teteh anaknya udah 2. Nggak keliataaaan >.<
Jaman sekarang latih keterampilan social anak ini penting ya teh, sekarang udah modern banget. Aku malah udah kepikiran nanti mau mengasah ketrampilan anak dengan jadiin anak aku youtuber soalnya vlogger anak lagi ngehits dan bayarannya mahal. Visioner sama eksploitasi beda tipis ya. iya. Hahaha!

Thanks for sharing ya, Teh 😀

william · 11/05/2017 pada 3:20 pm

memang keluarga berperan penting dalam pendidikan anak khususnya skil dalam berkomunikasi

Nathalia DP · 11/05/2017 pada 4:16 pm

Makasih sharingnya teh 🙂

prananingrum · 11/05/2017 pada 9:19 pm

cerdas sosial penting banget untuk kehidupan anak kita nanti ya mbak…apalagi di dunia kerja

kurnia amelia · 11/05/2017 pada 10:40 pm

Cerdas sosial penting banget menurut saya agar si kecil dapat berkomunikasi dengan baik nantinya.

Dzulkhulaifah · 12/05/2017 pada 12:22 am

Susah ya jadi orang tua tuh. Sayapun suka ngomel2 huhuhu, tapi udah2annya nyesel banget 🙁

Saya setuju bahwa nggak selamanya kakak harus mengalah pada adik. Anak saya jika habis rebutan mainan sama kakak sepupunya, saya jauhkan mereka. Lalu beritahu ‘gak apa abang pinjam mainan kamu, kan kamu juga sering pinjam mainan abang’. Semoga mereka akur selalu, soalnya kalau ribut terus saya puhsiiing lol.

Tian Lustiana · 12/05/2017 pada 3:42 pm

Keterampilan sosial ini emang menunjang pertemanan anak juga yah

AbdulMc · 12/05/2017 pada 5:31 pm

Keterampilan sosial pada seorang anak itu memang sangat penting sekali ya mbak, setelah baca tulisan ini saya jadi tau deh bagaimana cara mendidik anak dengan baik, jadi ngga sabar pingin punya momongan hihihi. Terimakasih mbak

Dini · 17/05/2017 pada 1:06 am

Hai mbak salam kenal 🙂
Wah, Azril seumuran dengan anak saya nih. Soal keterampilan sosial anak ini masih jadi tantangan buat saya. Soalnya anak saya tipe anak yang nggak gampang akrab sama orang baru. Dulu sih bisa nangis kejer kalo ada orang baru yang nyamperin dia. Semenjak udah mulai banyak kata-kata dan bisa berkomunikasi (sedikit), udah mulai berkurang juga sih. Minimal masih mau salam atau high five. ^^

nofan · 17/05/2017 pada 1:31 pm

Wah ternyata, menyikapi anak juga harus disesuaikan dengan karakternya masing-masing ya, makasih mbak ilmunya…

nurulrahma · 02/10/2017 pada 4:44 am

SGM ini selalu bisa menghadirkan pencerahan buat orang tua. Sukaaaak pake banget!

Jika Orang Tua Terlalu Banyak Melarang Anak - Armita Fibriyanti · 18/02/2019 pada 6:02 pm

[…] Baca: Cara Melatih Kecerdasan Sosial Anak […]

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.