Bertambahnya anggota keluarga kami di satu sisi menghadirkan kebahagiaan yang tak terkira. Namun disisi lain, rumah terasa menjadi semakin sempit. Maklumlah, rumah kami hanya rumah liliput seluas 36m2. Saya pun kemudian berunding dengan suami untuk memperlebar rumah kami dengan cara membangun halaman belakang rumah.


Sudah lebih dari setahun yang lalu kami membangun halaman belakang rumah tersebut. Separuh kami jadikan dapur dan yang separuhnya adalah ruang serbaguna. Tadinya, ruang serba guna ini ingin saya jadikan sebagai taman mini menggantikan halaman belakang yang hilang berubah jadi bangunan. Taman mini ini saya rencanakan diisi dengan tanaman hias gantung, vertical garden, dan kolam ikan. Tanaman sayur dan apotek keluarga pun sudah masuk dalam daftar.

Kenyataannya?

Setahun lebih berlalu dan ruang serbaguna tersebut sekarang terongok begitu saja mirip seperti gudang. Ruangan seluas 6m2 ini berubah menjadi campuran antara ruang laundry, ruang cuci baju, tempat wudhu, tempat jemuran, tempat bermain anak, gudang sepeda, tempat tandon air, dan sebagainya.

Sedih, miris.

Kondisi Sudut Belakang Rumah Saya (ilustradi pribadi)

Fakta Bencana

Tahun lalu, kerabat dari Pamanukan Subang mengabari bahwa rumah mereka di kepung air dan listrik mati total berhari-hari. Ketinggian air bervariasi dari 70 cm hingga 3 meter. Ribuan jiwa terpaksa mengungsi, anak-anak libur sekolah, harta benda hanyut terbawa arus air yang deras, jalur transportasi terputus, pasokan makanan pun menjadi terhambat.

“Baru kali ini banjir bandang menerjang Pamanukan, selama Uwa hidup disini, baru kali ini ada banjir yang benar-benar besar. Banyak tanggul yang jebol neng” tutur kerabat kami.

Banjir Bandang Pamanukan, Subang tahun 2014 (sumber: bappeda.subang.go.id)

Awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi di provinsi Riau. Adanya pembukaan lahan untuk tujuan industri tanaman sawit dan kayu menjadi penyebab utamanya. Peristiwa ini ternyata merupakan perulangan dari tahun-tahun sebelumnya. Di tahun sebelumnya, tepatnya Juni 2013, kebakaran hutan juga telah terjadi di wilayah yang sama. Akibat kebakaran hutan ini pun berdampak sampai ke Singapura dan Malaysia.

Kepadatan Api di Riau (sumber: http://www.wri.org/)

Upaya Mereka

Diam sajakah kita melihat fenomena tragis di atas. Bisa saja kita acuh karena kita tak merasakan dampaknya langsung. Tapi apa ya kita tega untuk tidak berempati terhadap mereka dan justru diam saja? Maukah kita bertindak?

Terlepas dari kekuasaan Tuhan YME, kita masih bisa melakukan upaya untuk mencegah timbulnya bencana yang lebih besar. Pemerintah bahu membahu membuatkan tanggul yang besar dan kuat untuk mengalirkan air yang berlebih jika musim hujan tiba. Pun begitu pemerintah sudah berupaya untuk menurunkan resiko kebakaran hutan dengan melakukan deteksi api, menegakkan hukum dengan menangkap oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, menetapkan kebijakan-kebijakan publik guna menjaga bumi Indonesia tetap hijau.

Syukurlah pemerintah tidak lepas tangan ya. Begitupun dengan The Nature Conservancy Program Indonesia (TNC) juga turut berupaya menjaga kelestarian alam. TNC berupaya meningkatkan kesejahteraan Indonesia tanpa mengorbankan keberlanjutan alam bagi generasi saat ini dan mendatang dengan cara mendorong nilai penting alam, mempercepat transformasi di bidang konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan melalui serangkaian kegiatan pengelolaan kawasan lindung, konservasi spesies penting, dan pemberdayaan masyarakat.

Beberapa Kegiatan The Nature Conservancy Indonesia (sumber: http://www.nature.or.id/)

Dengan wilayah kerjanya yang luas mencakup Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi dan Papua Barat, TNC telah melaksanakan beberapa kegiatan guna menjaga alam ini tetap lestari. Misalnya mengeksplor Coral Triangle untuk menemukan harta karun terbesar dalam dunia kelautan, menjadi mediator dan penengah dalam penebangan di Kalimantan, dan beberapa aktivitas mulia lainnya. Kegiatan TNC ini bisa ditilik di web mereka yaitu http://www.nature.or.id/

Ini Resolusi Hijauku

Mita, ajarin aku bikin vertical garden donk. Kemarin lihat di TV, aduuh.. keren banget tamannya” ajak tetangga saya.

Uhmmm…bisa gak ya?” jawab saya terguguk.

Ajakannya mengingatkan saya terhadap proyek taman mini di sudut belakang rumah yang begitu saja aku tinggalkan. Ajakan yang sekaligus menohok saya. Sebagai alumni mahasiswa yang berlatar belakang pertanian saya belum banyak melakukan pekerjaan dibidang ini. Malu sama ijazah. Hiks.

Baiklah, saatnya bergerak. Mumpung tahun 2015 baru saja bergulir, saya mau kembali meneruskan mimpi menghijaukan taman belakang rumah. Saya juga mau mengikuti jejak pemerintah dan The Nature Conservancy Program Indonesia yang sudah bergerak lebih dulu menyelamatkan alam.

  • Mengapa taman belakang?

Karena ini pekerjaan saya yang tertunda di tahun 2014. Saya tidak mau proyek ini terbengkelai lagi tahun 2015. Saya tidak mau ada bencana seperti banjir bandang, kebakaran hutan, ataupun bencana lain. Ini langkah resolusi hijau yang bisa saya lakukan secara pribadi. Harapan saya dengan adanya taman di belakang rumah, selain bisa dijadikan sebagai sumber oksigen, tanaman-tanaman tersebut juga bisa menghijaukan bumi tempat saya berteduh. Tidak punya tanah bukan alasan. Saya punya stok pot yang bisa dijadikan tempat menanam. Tanah dan pupuk kompos bisa dibeli di tukang taman. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk menunda.

Saya melakukannya secara skala rumah tangga. Namun jika seluruh rumah tangga bergerak bersama-sama tentu harapan mewujudkan bumi yang lestari lebih mudah dan cepat terwujud bukan?

  • Apa saja langkah yang sudah saya mulai?

– Menyemai benih sayur. Kangkung adalah salah satu tanaman favorit. Saya mencoba menanam kangkung segar sendiri di rumah. Selain untuk menghemat pengeluaran, juga bisa menyegarkan halaman.

Kangkung Rumahan (Dokumen Pribadi)

– Menyediakan bibit untuk tabulampot (tanaman buah dalam pot). Saya punya beberapa bibit tanaman buah yang siap di pindahkan ke pot yang lebih besar. Ada bibit mangga, rambutan, jambu, pepaya, dan tomat. Rencananya, tabulampot tersebut akan saya letakkan di atas dekat tandon air. Ada sedikit ruang yang tidak terpakai sehingga lebih baik dimanfaatkan untuk bertanam buah daripada dibiarkan kosong begitu saja.

– Menanam rempah. Jahe, lengkuas, kunyit adalah rempah-rempah wajib yang harus ada di dapur. Tanpa kehadirannya memasak menjadi kurang sedap. Saya berusaha menanam sendiri rempah pokok dapur ini. Selain cara tanamnya mudah, cara perawatannya juga mudah.

Bibit Tanaman yang Siap Dipindahkan (Dokumen Pribadi)

Bibit-bibit tanaman tersebut sekarang masih ada di halaman depan. PR saya adalah memindahkannya ke halaman belakang dan menatanya kembali supaya rapih dan enak di pandang. Selain itu, saya juga masih perlu berburu tanaman hias gantung dan beberapa tanaman sayur lain seperti kemangi, mint, seledri, bawang daun dll. Gemericik air dari pancuran sepertinya juga akan menjadi elemen pemanis taman sekaligus mendekatkan kita kepada alam.

Akan terlaksanakah resolusi hijau saya tahun 2015 ini? Dengan niat dan semangat, saya yakin pasti bisa.

*Jumlah kata: 994


16 Komentar

bukanbocahbiasa · 28/01/2015 pada 1:24 pm

Wohooo… asik banget nih mbaaa.. kalo punya taman di belakang rumah 🙂
Good luck yaaa

Rindang · 28/01/2015 pada 10:34 pm

Keren mbak. Posting lagi perkembangannya ya nanti 🙂

    Armita Fibriyanti · 29/01/2015 pada 3:19 am

    makasih mbaa… oke siap, nanti di update lagi yaa ^^

    Armita Fibriyanti · 30/01/2015 pada 3:38 am

    Terimakasih. Semoga bisa rindang ya rumahku seperti namanya Mba Rindang hehehe. Oke, siap nanti di pos lagi ya perkembangannya

kartina ika sari · 28/01/2015 pada 11:56 pm

wahh keren kalau di belakang rumah ada taman, bisa buat ngopi2 cantik heheh..semoga terkabul ya mbak..Aamiin

    Armita Fibriyanti · 29/01/2015 pada 3:56 am

    hihih, kalau Mba Ina di atas rumah ya, asyik euy rumahnya udah ditingkat 🙂

Dwi Puspita · 29/01/2015 pada 5:48 am

suka ama halaman depannya mbak armita 🙂 pagar dengan bantuan tanaman 🙂

    Armita Fibriyanti · 30/01/2015 pada 3:35 am

    Hehehe… alhamdulillah Mbak Dwi. Aku mah kepengen banget punya rumah yang tak berpagar besi. Jadi aja memanfaatkan alam sebagai pembatasnya

Sekar · 29/01/2015 pada 6:01 am

seru banget mbak! 😀
itu pintu belakangnya keliatan kayak ala-ala jepang gitu ya? yang pintu geser? kalo bener, aku juga suka!!! nanti kalo aku udah berkeluarga, aku pengen punya taman di sekeliling rumah. haha

    Armita Fibriyanti · 29/01/2015 pada 1:51 pm

    iyaa.. yg ala-ala Jepang impian aku, iya pintu geser.. sebenarnya pengen lebih ke perpaduan modern klasik dan nuansa taman tropis sih. ayo wujudkan impian punya rumah dan taman ya sekar 🙂 yakin, pasti bisa 🙂

Eka Fikry · 29/01/2015 pada 7:56 pm

keren mak., akau jg kalo dah pny rumah sendiri pengen berkebun, lho… .Sayang aku anak kos, gak bisa diapa-apain tuh pekarangan kos, takut dimarah ibu kos, wkwkkw….

    Armita Fibriyanti · 30/01/2015 pada 3:36 am

    Aku dulu juga ngekos loh.. bisa tuh bercocok tanam pakai pot ^^ hehehe

evrinasp · 30/01/2015 pada 7:47 pm

ketauan deh cuciannya, ayo alumni ipebhe kudu hijau rumahnya, biar jadi contoh tetangga2nya, nanti jadi pada ngikutin terus hijau deh

    Armita Fibriyanti · 30/01/2015 pada 9:40 pm

    hahahaaa.. iya kak.. duh aku malu deh sama kak ev, apalagi sama almamater, hiks.. makanya nih gak, kudu gerak lagi di dunia perhijauan

Erin · 02/02/2016 pada 12:12 pm

wah sejuk dan indah mba, aku juga berencana punya taman di halaman mini aku di belakang rumah
semoga bisa terwujud,
jangan lupa share perkembangan tamannya ya mba

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.