Wisata Subang Larang.

Memiliki seorang suami yang berdarah Subang asli membuat saya penasaran untuk mengetahui bagaimana sejarah kota yang terkenal dengan lumbung padinya itu.

Sampai pada akhirnya disalah satu weekend di Bulan Februari lalu (tepatnya tanggal 19 Februari 2012) saya di ajak suami untuk menelusuri situs sejarah Nyai Subang Larang, seorang putri dari penguasa pelabuhan Cirebon pada masa dahulu kala.

Subang Larang adalah istri kedua dari Prabu Siliwangi, seorang raja dari Kerajaan Pajajaran.

Dari hasil perkawinan mereka, lahir 3 orang anak yaitu Lara Santang, Raja Sanggara, dan Kian Santang.

Lara Santang kemudian menikah dengan Syeh Syarif Abdullah dan melahirkan Sunan Gunung Jati.

Kemudian, Sunan Gunung Jati ini menikah dengan Nyi Mas Kawungnganten.

Dari keduanya lahirnya Sultan Hasanuddin, seorang yang terkenal sebagai pendiri kerajaan Banten (Silsilah ini bisa dilihat di foto yang saya tayangkan di bawah).

Subang Larang ini lahir sekitar tahun 1400, atau sekitar 600 tahun yang lalu (sumber dari sini). Menurut info dari warga setempat, situs ini ditemukan pertama kali tahun 1979 di Desa Nangerang, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang.

Sampai saat ini juga masih berada di lokasi yang sama. Kalau mau lihat detail petanya ini dia koordinat lokasinya ya -6.438461,107.760818(Armita Fibriyanti’s location@10:22,2/19) – Google Maps.

Kesan pertama saya mengunjungi situs Nyai Subang Larang adalah menarik, seram, dan gelap.

Saya bilang menarik karena saya lebih suka bertualang ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang daripada tempat yang ramai macam mall, dufan, atau taman mini. hehee.

Saya katakan seram karena penuh dengan kesan mistik. Lokasinya yang berada di tengah hutan jati dan jauh dari jalan besar membuatnya semakin seram.

Apalagi tegakan pohon jati juga diselimuti dengan kain putih mirip kain kafan.

Saya selintas membayangkan nuansa kebun jati ini di malam hari. hiiiiiiii… mirip apa gitu.. sampai saya tidak kuasa menyebutkannya.

Gelap karena tajuk daun jati yang menghalangi penetrasi cahaya matahari.

Keadaan tersebut membuat nyamuk-nyamuk bertahan hidup dan siap menyerang para pengunjungnya yang mengenakan pakaian terbuka.

Tips, bawa lotion anti nyamuk ketika berkunjung kesini, oleskan ke bagian tubuh yang tidak tertutupi pakaian. Kalau tidak ya siap-siap aja disedot vampir.. eh nyamuk maksud saya. 😀

Untuk menuju kesini, kita tidak bisa pakai mobil karena akses jalannya yang sempit, berlumpur, dan belum di aspal.

Moda transportasi yang lazim dipakai adalah sepeda motor. Kalau dari jalan besar ya kira-kira adalah 5-6 km-an.

Pakai becak atau sepeda juga bisa, jalan kaki lebih bisa lagi, tapi saya jamin pasti gempor dan betis besar karena capek jalan. Hehehee.

Dari tempat parkir motor, saya langsung di ajak ke makam Nyai Subang Larang.

Makamnya dilindungi dengan rumah-rumahan sederhana terbuat dari bambu dan terselimuti oleh kain hijau mengelilinginya.

Foto bisa dilihat lengkapnya di slide show di bawah ya.

Di sekitar makam Subang Larang ini pernah ditemukan berbagai macam perhiasan dan benda-benda kuno macam kalung, kujang, gelang yang terbuat dari batu-batuan dan emas.

Tapi sayang saya lupa memfotonya. Bagus-bagus loh perhiasannya, kalau bukan barang kuno sudah saya jarah itu. Hihihii..

Perhiasan Subang Larang ini pasti akan menambah koleksi perhiasan batu saya. 😛

Kemudian saya di ajak melihat sungai yang berada di sisi hutan jati tersebut.

Sungai yang cukup dalam dan keruh airnya tersebut konon digunakan sebagai sarana transportasi terutama ketika ada serangan dari musuh.

Letaknya agak di bawah makam, ya agak curam gitu. Bisa bahaya kalau di sampai terperosok jatuh ke sungai.

Ih amit-amit ya jangan sampai.

Makanya kalo kesini pakai sepatu tertutup dan keset biar gak terperosok.

Trus juga sepatu yang full cover itu melindungi kaki kita dari gigitan nyamuk.

Sebelum pulang akhirnya saya mampir melongok makam yang diduga sebagai makam Ibu dari Subang Larang. Makam tersebut terletak sekitar 50 meter dari makam Subang Larang.

Suami saya sebenarnya ragu terhadap makam tersebut, karena menurut dia, makam Ibu dari Subang Larang ada di Cirebon.

Akhir dari perjalanan kami habiskan untuk duduk-duduk dan ngobrol tentang sejarah babad sunda di saung di samping makam Ibu Subang Larang sembari menunggu nasi liwet yang datang.

Harapan saya, wisata sejarah ini tidak digunakan sebagai tempat bertapa maupun tempat mistik berbau syirik.

Masyarakat kita selama ini memang ada yang belum terlepas dari hal ini, maka harus ada upaya baik dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, ulama, maupun pemerintah untuk menegakkan syariat yang benar.

Selain itu, perlu juga upaya dari pemerintah untuk “membaguskan” tempat wisata ini sehingga bisa lebih “layak” dikunjungi.

Jalan dibagusin, toilet yang bersih di adakan, warung kecil juga perlu biar membantu ekonomi masyarakat sekitar, kalau perlu ada toko suvenir biar bisa beli oleh-oleh. Hehe.

Yang paling penting, biarkan tempat ini menjadi wisata sejarah dan cagar budaya bangsa yang lestari tanpa banyak merusak alam yang ada disekitarnya.

 Tulisan yang agak mirip dengan ini juga saya postingkan di http://www.trackpacking.com/blog/wisata-sejarah-subang-larang

Kategori: Travel

10 Komentar

dey · 05/03/2012 pada 5:21 pm

mbak, postingan yang ini bisa di daftarin di giveaway-nya bu Monda, bisa baca disini syarat2nya : http://mondasiregar.wordpress.com/2012/02/19/giveaway-pertama-di-kisahku/

siapa tau nyangkut hadianya .. 🙂

    Armita - Pupung · 05/03/2012 pada 5:24 pm

    oh yaa?? apa tuh… saya cek yaa… semoga aja masih rejeki yaa.. ^^
    thanks infonya ya mba Dey 🙂

Armita - Pupung · 05/03/2012 pada 6:35 pm

Mbak Dey, aku dah ngedaftar… makash byk loh ya infonya.. semoga menang y ^^

    dey · 08/03/2012 pada 1:19 pm

    kalo menang di traktir baso kan … 😀

      Armita - Pupung · 08/03/2012 pada 1:31 pm

      ayo sini tak traktir.. ke cileunyi ya mba.. doakan semoga berhasil ^^

kakaakin · 08/03/2012 pada 6:34 pm

Ibu juri datang…
Seperti lokasi syuting sinetron laga Indonesia ya… :mrgreen:
Ternyata orang besar, juga melahirkan orang besar ya (Sunan Gunung Jati) 🙂

    Armita - Pupung · 09/03/2012 pada 8:48 am

    halo ibu juri… makasih ya sudah menilai tulisan aku.. hehehee..

    eh iya yah, bener juga ini kayak lokasi-lokasi syuting gitu… aku malah baru nyadar pas ada komen ini.. qiqiqii…

jerix · 29/07/2012 pada 5:45 pm

tanks infonya

iksan · 29/12/2014 pada 9:44 pm

Saya sangat tertarik karna sampai saat ini ia seolah selalu muncul {. Nyai Subang larang } dan sampai saat ni juga seolah di perjalanan ku ini seolah dia selalu ad dengan gaum khas nya yang berwarna hijau,, mdah2an ni hanya khayalan belaka,,karna aku juga Ǥ∂к̲̮̲̅͡ tau siapa yang mengikuti ku salama ini,,,,atau kah aku bagian dari diri nya ..mudah2an dia mendengar,, dan aku sadar aku manusia biasa,,,yang jelas aku mengagumi sosok nya yang ayu,,,dan sangat keibuan…

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.