Hmm… pembicaraan mau punya berapa anak ini mulai aku dan suami bicarakan sejak sebelum menikah. Dulu statusnya masih calon pengantin sih.

Padahal kami baru kenal beberapa bulan. Tapi demi menjaga visi misi keluarga, aku dulu nanyain ke doi. “Kalau kita nikah nanti, mau punya berapa anak?”

Rencana Punya Berapa Anak



Aku sendiri, dulu pengen punya anak 2 saja. Kalau bisa 1 cowok dan 1 cewek. Itu sudah cukup. Kenapa? Mungkin dari basic keluargaku yang punya anak 2, aku dan adik cowokku.

Kalau suami, dia pengen punya 3 anak. Sama sih kayak basic keluarganya yang punya 3 anak: 2 cowok dan 1 cewek.

Pembicaraan sama calon suami, sepakat kalau kita cukup punya 2 anak saja. Kalau dapat 3 ya itu bonus. Begitulah kesepatannya.

Pengasuhan Orang Tua pada Anak

Kenyataannya

Lalu gimana kenyataannya sekarang?

Sampai tulisan ini dipublish, aku dan suami punya 3 anak cowok semua dalam 10 tahun pernikahan. Hahaha.

Anak pertama dan kedua cukup dekat jaraknya, sekitar 2,5 tahun. Waktu anak kedua lahir, aku sama suami sempat diskusi kalau cukuplah kita punya 2 anak saja.

Dimaksimalin yang ada biar lebih berkualitas. Karena susah ya ternyata ngerawat anak.

Dari mulai urusan mengasuh, menyuapi, mengajari belajar, sampai kerja banting tulang cari rezeki buat mencukupi kebutuhan mereka biar anak-anak dapat kehidupan yang layak dan sehat secara lahir batin.

Kalau pun nanti mau punya anak lagi (anak ketiga), dikasih jarak yang rada jauh. Misalnya  pas anak kedua udah SD jadi jaraknya sekitar 7-8 tahun. Biar kami bisa nafas sedikit ngasuh anak.

Jadilah saya pakai KB IUD untuk ikhtiar mencegah kehamilan.

Tapi ternyata KB IUD saya jebol saat anak kedua usia 3 tahun dan saya hamil dengan IUD masih terpasang di dalam rahim.

alat kontrasepsi IUD

Bentuk KB IUD sepert ini ya

Serem ya awalnya hamil di luar rencana dan pas IUDnya belum dicopot pula.

Huhu, gimana lagi. Allah sudah berkehendak. Lahirlah anak ketiga saat anak kedua usia sekitar 3,5 tahun.

Rapat banget ya jarak anak-anaknya. Cowok semua ketiganya.

Atonia Uteri yang Mengancam Nyawaku

Terus terang, sekarang aku sudah ada di fase yang lelah banget mengasuh 3 anak laki-laki. Memang sih ada bantuan ART di rumah. Kebayang kalau gak ada ART, aku bisa hancur jiwa raga otw orgil. Hahaha.

Hamil-menyusui repeat for 3 times dalam waktu 8 tahun terakhir tanpa jeda. Rasanya? Alamakjang. Mamak lelah sekali.

Aku masih menyusui anak ketiga sampai sekarang btw. Padahal usianya sudah 26 bulan.

Sudah waktunya disapih sebenarnya. Usaha menyapih sudah dilakukan sebulan terakhir, tapi dia belum mau disapih. Masih merengek-merengek.

Kejadian melahirkan anak ketiga kemarin juga meninggalkan trauma cukup besar. Kenapa? Karena aku kena atonia uteri. 

Atonia uteri adalah ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah melahirkan dan rahim tidak bisa kembali ke kondisi awal seperti sebelum hamil. Elastisitas rahim sudah berkurang jauh.

Rahim tuh kan bisa melar banget ya saat hamil. Nah atonia uteri ini bikin rahimnya gak bisa balik lagi ke ukuran normal walau bayi udah keluar.

Ibarat karet tuh udah kalau ditarik elastisitasnya jadi 0 karena gak balik lagi dan putus. Nah ini yang bikin pendarahan hebat karena seharusnya rahim kembali mengecil saat bayi udah lahir.

Kondisi atonia uteri ini dapat mengakibatkan perdarahan pasca persalinan yang dapat membahayakan nyawa ibu. Aku kehilangan banyak darah saat itu. Aku lihat darah mengucur kayak keran bocor sampai ke lantai-lantai.

Untungnya bidan langsung gerak cepat. Aku dikasih obat anti pendarahan via infus dan suntikan entah berapa banyak. Aku udah lemas banget.

Ibu bidan cerita kalau hampir saja aku di rujuk ke rumah sakit besar untuk pengangkatan rahim jika aku pendarahan tidak terhenti.

Kaos Kaki Bayi

Penyebab Atonia Uteri

Penyebab atonia uteri pada kasusku ini karena ada sedikit plasenta yang ketinggalan di dalam rahim saat aku melahirkan akibatnya bu bidan harus mengambil plasenta kecil yang ketinggalan ini.

Caranya? dengan diambil manual pakai tangan bidan. Huhuhu.

Rasanya? perih, super nyeri. Lebih sakit dari melahirkan bayinya karena tangan ibu bidan ngodok-ngodok rahimku.

Tangannya masuk melalui lubang vagina yang udah sobek karena melahirkan lalu udah dijahit rapi eh ternyata ada plasenta ketinggalan. Masuk lagi tangan bidannya ke dalam buat ambil plasenta.

Aku udah pasrah banget sama Allah saat itu karena rasanya jauh lebih sakit dari pada melahirkan bayinya.

Selain itu, jarak kehamilanku yang terlalu rapat juga menyebabkan rahimnya lelah. Rahim belum beristirahat eh udah ada lagi bayinya.

Temanku juga ada yang mengalami atonia uteri. Kasusnya disebabkan hb yang rendah.

Sedihnya, rahim temanku gak selamat karena rahim gak mau menguncup. Terpaksa dokter harus ambil tindakan dengan angkat rahim untuk menyelamatkan nyawa temanku.

Tidak Disarankan Untuk Hamil Lagi

Dengan kondisi rahimku yang lelah dan berpotensi pendarahan hebat lagi, maka bu bidan tidak menyarankan aku untuk hamil lagi. Daripada terjadi hal yang tidak diinginkan, maka mendingan jaga-jaga untuk tidak hamil lagi.

review mooimom celana hamil dan menyusui

Alhamdulillah, untungnya suamiku juga setuju untuk tidak menambah anak lagi.

Sudah cukup sampai sini aja. Lebih baik fokus membesarkan ketiga anak laki-laki yang sekarang dimiliki.

Begitu ya teman-teman kondisi keluargaku saat ini. Jadi kalau sekarang ada yang nanyain:

“Kapan nih nambah anak lagi?”

Aku udah siap dengan jawabannya. Cukup, 3 aja.

Kondisi keluargaku tentu beda dengan kondisi keluarga lainnya. Disesuaikan aja dengan kebutuhan dan kemampuan keluarga masing-masing.

Segini aja cerita random hari ini tentang urusan menambah anak. Wakakak. Sambil nungguin kerjaan nama bayi, iseng-iseng nulis blogpost biar gak sepi-sepi amat ini blog.

Bye!




2 Komentar

Ulu · 17/02/2021 pada 5:06 am

Mitttt! Diambil pake tangaaaannn ya Allah gusti nyeri pisan bacanya juga! Alhamdulillah udah berlalu & bisa lewat dgn selamat yah! Kakak saya anaknya 4, yang 3 biji itu hasil dari KB jebol semua dong banyak yg berhasil dgn KB, sedikit juga ada yg enggak emang yah.

    Armita Fibriyanti · 23/02/2021 pada 3:45 pm

    Pas diambil pakai tangan, rasanya lebih sakit dari melahirkan bayinya itu sendiri. Trauma. Cukup, no more!

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.