Siapa nyangka kalo ternyata malam ini aku perlu sedikit “bermalam” di kampus. Pertama kali jam 22.30 masih celingak celinguk macam kambing congek di kampus sepi. Kebayang-bayang ada mbak daster tiba-tiba menclok di punggung, jatuh dari pohon nangka.. rrr..

Fyuh dikuat-kuatin, baca-baca apa aja yang bisa dibaca. Kampus sepi, tinggal anak-anak eksekutif duduk manis (*atau malah tertidur) di kelas, dengerin dosen ngajar. Karena semua ada di dalam kelas, otomatis tinggal aku dan Pemi aja yang diluar menunggu dosen pembimbing.

Pengalaman ini gak akan terjadi kalau seandainya aku datang ke kampus lebih awal, setidaknya sebelum magrib aku udah stand by di ruang tunggu dosen dan udah bisa konsultasi. Gara-garanya aku rada telat plus sedikit oon memahami kalimat dosen, jadinya magrib tadi gak dapat apa-apa kecuali rasa malu. Hoho. Malu karena berani ucluk-ucluk masuk ke ruang kelas tempat dosen ngajar dan ditolak. Ditolaknya itu loh yang bikin ba bi bu.

Udah dibela-belain siang bolong berangkat dari rumah Bandung, masa gak dapat apa-apa. Antara berani dan tidak, aku pun memberanikan diri menemui dosen jam 10 malam saudara-saudara, setelah beliau selesai ngajar. Pertamanya malu-malu mau nyamperin pas beliau keluar kelas, tapi yah udah terlanjur keliatan, jadi weee konsultasi sekalian. Dan assooyy… ada juga hasilnya! Ya emang datanya kayak gitu, mau diapain lagi, ya udah di bahas aja, tambahin analisis deskriptifnya. Pulang ke kos Pemi bisa lega, bisa nglanjutin makan karena tadi magrib makanan gak ada yang ketelan, dan besok pagi bisa balik lagi ke Bandung. Beginilah seninya nyusun tesis 🙂


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.